Bangka, Swakarya.Com. Ratusan warga 3 desa dari Mendo, Payak Benua, dan Petaling Kecamatan Mendobarat mendatangi kantor Bupati Bangka guna mendesak Pemkab Bangka agar mencabut izin lokasi yang dikeluarkan Pemkab Bangka kepada PT SMAL di Desa Mendo, Senin (4/11).
Pantauan wartawan Swakarya.com di lokasi, kedatangan perwakilan warga 3 desa ini dikawal ketat oleh aparat kepolisian setempat saat ratusan warga memasuki halaman Kantor Bupati Bangka.
Dalam orasi yang disampaikan Ibnu Hajar selalu Koordinator Umum (Kardum) perwakilan 3 desa, mereka mendesak Pemkab Bangka agar mencabut izin lokasi seluas 700 ha yang dikeluarkan oleh mantan Bupati Bangka, Tarmizi Saat kepada PT SMAL tahun 2018 lalu di Desa Mendo.
“Dengan tegas kami sampaikan bahwa kami menolak keberadaan PT SMAL di desa kami. Untuk itu kami meminta kepada Bupati Bangka untuk mencabut izin lokasi PT SMAL yang telah dikeluarkan,” katanya.
Menurut dia, keberadaan PT SMAL di Desa Mendo justru menjadi ancaman bagi masyarakat 3 desa yang bergantung hidup dari hasil kebun di atas lahan yang mereka miliki di desa itu.
“Untuk itu kami menghimbau kepada pak Bupati Bangka segera mencabut izin dan menghentikan seluruh aktifitas PT SMAL di Desa Mendo sebelum timbul kesepakatan,” katanya.
Ancam Bawa Massa Lebih Banyak
Namun jika keinginan warga tak digubris, warga mengancam akan datang kembali ke kantor Bupati Bangka dengan jumlah massa yang lebih besar lagi.
“Ini bentuk nyata kita menolak PT SMAL yang telah merampas hutan dan kebun masyarakat disini.
Untuk itu, Ibnu meminta pemerintah daerah ini mendengar aspirasi yang disampaikan warga 3 desa ini terkait keberadaan PT SMAL yang ditolak warga setempat keberadaannya.
“Kami minta Bapak Bupati atau Wakil Bupati agar membuat pernyataan tertulis sehingga aktifitas PT SMAL dihentikan sebelum adanya keputusan,” katanya.
Ditambahkan Korlap Desa Mendo, Jamius mengatakan, 700 Ha lahan yang akan digarap PT SMAL itu sebagiannya milik masyarakat setempat yang sejak dahulu lahan tersebut dijadikan masyarakat sebagai tempat mencari makan.
“Jadi kami ini petani yang butuh lahan untuk bertanam. Karena di sini ada yang berkebun sahang, karet, ada juga yang motong kayu untuk hidup, kalau ini digarap perusahaan, mau makan apa anak cucu kami. Sementara lahan ini adalah warisan nenek moyang kami yang wajib kami pertahankan,” katanya.
Tak cuma itu saja, ketidaktransparanan sosialisasi yang dilakukan pihak perusahaan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat sehingga warga bertekad untuk menolak keberadaan PT SMAL melakukan aktifitas di desa mereka.
Atas orasi yang disampaikan, warga meminta Bupati Bangka dan wakilnya untuk turun guna mendengar aspirasi yang disampaikan warga 3 desa ini.
“Kami disini tidak puas, karena pak bupati dan wakil pak bupati tidak ada di tempat. Tolong hadirlah dan dengarkan aspirasi kami. Kalau bupati membela hak masyarakat, pastinya bupati hadir di tengah tengah kami,” teriak warga.
Berkali-kali warga meminta Bupati atau wakilnya untuk hadir dihadapan warga, para pejabat yang dimaksud tak jua menampakkan batang hidungnya di hadapan warga.
Sembari berdoa di halaman kantor Bupati, ratusan warga meminta kepada yang mahakuasa agar pejabat yang dimaksud dibukakan pintu hatinya sehingga mau menemui warga dan mendengarkan aspirasi yang disampaikan.
“Ya Allah ya robbi, bukakan pintu hati pak bupati dan pak wakil bupati sehingga pak Bupati dan wakil Bupati mau mendengarkan aspirasi kami,” pintanya.
Lantaran aspirasi yang disampaikan tak jua didengar oleh pemangku kebijakan daerah ini, warga bertekad bertahan di Kantor Bupati Bangka hingga salah satu dari pemimpin daerah ini datang untuk mendengar aspirasi yang disampaikan warga.
“Kami akan tunggu hingga ada pak Bupati dan wakil Bupati hingga ada kesepakatan ini. Karena kami hadir ke sini bukan untuk menjelek-jelekan pemerintah daerah berikut pejabat yang berwenang.
Jadi kedatangan kami kesini hanya untuk menyampaikan aspirasi dan kami meminta kepada pak Bupati untuk segera mencabut izin lokasi seluas 700 ha yang telah dikeluarkan kepada PT SMAL di desa kami,” katanya.
Ditambahkan Ibnu, upaya penyelesaian antara warga dengan pihak perusahaan telah dilakukan berulang kali, hingga kala itu tepatnya tanggal 5 Oktober 2019 timbul kesepakatan secara lisan dimana pihak PT SMAL menyepakati menghentikan sementara waktu aktifitas land clearing di Desa Mendo.
Sayangnya kesepakatan dengan cara musyawarah yang direncanakan berlangsung di lapangan bola setempat dengan melibatkan seluruh masyarakat tidak terealisasi dan membuat masyarakat merasa dibohongi oleh pihak perusahaan.
Untuk itu, lewat surat petisi penolakan yang dibuat warga terhadap surat berupa izin lokasi yang dikeluarkan Bupati Bangka Tarmizi Saat tahun 2018 kepada PT SMAL diminta untuk dicabut.
Tak cuma itu saja, aktifitas alat berat yang dikerahkan PT SMAL untuk melakukan land clearing di Desa Mendo diduga telah menyerobot lahan milik warga tanpa adanya ganti rugi atas lahan yang diserobot.
“Untuk itu kami akan melaporkan perbuatan pihak perusahaan kepada pihak pihak terkait,” katanya. (Lio)