Cilegon, Swakarya.Com. Sebagai upaya untuk menyampaikan aspirasi masyarakat terkait evaluasi perizinan sejumlah mega proyek industri di Kota Cilegon yang dinilai berpotensi mengancam kelestarian lingkungan dan kenyamanan tempat tinggal masyarakat, Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) berencana akan menemui Gubernur Banten Wahidin Halim.
IMC mengaku telah melayangkan surat untuk bisa beraudiensi dengan Gubernur dan akan menyampaikan kajian IMC dengan masyarakat soal potensi ancaman yang disebabkan rencana investasi PLTU.9-10 Suralaya dan pabrik kimia PT Chandra Asri Perkasa (CAP) 2.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) Rizki Putra Sandika mengaku telah meminta jadwal bertemu dan beraudiensi dengan Gubernur Banten pada Selasa (8/9/2020) besok.
“Mudah-mudah besok kami bisa menyampaikan aspirasi dari masyarakat dan kajian kami soal ancaman bagi lingkungan hidup di Kota Cilegon jika dua investasi ambisius ini tidak dievaluasi dan dihentikan. Jadi PLTU 9-10 dan pabrik kimia CAP 2 hanya akan membebani lingkungan hidup dan masih banyak masalah di masyarakat yang jika ini diteruskan hanya memberi dampak negatif,” ungkap Rizki melalui rilis yang disebar kepada media, Senin (7/9/2020).
Dijelaskan Rizki, dari hasil kajian dan berdasarkan diskusi dengan sejumlah pihak, IMC bersama dengan masyarakat menitipkan harapan besar kepada Gubernur Banten, agar bisa secara serius mengevaluasi rencana investasi tersebut.
“Kami akan meminta Gubernur agar memerintahkan jajarannya di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Banten agar mengevaluasi dan membatalkan proses kajian Amdal dua mega proyek industri itu. Selain ada cacat hukum dan prosedural, kajian Amdal dua mega proyek itu juga minim dalam pelibatan partisipasi masyarakat. Ini harus jadi perhatian Pak Gubernur, agar lebih mendengar aspirasi masyarakat,” tegas Mahasiswa Fakultas Hukum UIN Banten ini.
Pengurus Pusat IMC lainnya, Hariyanto menambahkan, Kota Cilegon yang sudah sejak lama menjadi tumpuan investasi dan industri berat, saat ini sudah selayaknya berbenah dan lebih selektif lagi dalam hal kajian pengelolaan lingkungan hidup yang jadi dampak dari industri yang akan berdiri.
“Kepada Pak Gubernur kami ingin bertemu karena kunci perizinan jalan tidaknya investasi ini ada di beliau. Tapi kami juga ingatkan Walikota Cilegon dan jajaran Dinas LH Kota Cilegon agar mereka lebih selektif lagi dalam memilah investasi mana yang bisa masuk dan mana yang tidak. Ada kewenangan Pemerintah Kota bisa memberikan rekomendasi dan penolakan jika ternyata rencana investasi yang masuk itu mengancam lingkungan,” ujar Yanto.
Sebagai mahasiswa yang tinggal di Kecamatan Ciwandan yang banyak berdiri industri, Yanto menilai bahwa industri padat modal yang ada sejauh ini kurang memberikan dampak positif yang maksimal untuk masyarakat sekitar. Pengelolaan industri yang menimbulkan pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik besar, sampai saat ini masih kerap terjadi di wilayah Ciwandan khususnya.
“Masyarakat dan generasi muda masa depan tidak hanya butuh pembangunan model mercusuar yang terkesan wah dan menjulang tinggi, tapi cahaya terangnya terlempar jauh dan hanya untuk tamu yang datang, sedangkan sekeliling dan di bawahnya tetap gelap gulita. Investasi padat modal ini minim penyerapan tenaga kerja dan kita tahu selama ini komitmen induk usahanya juga tidak jelas kepeduliannya pada masyarakat Cilegon. Jadi tidak harus dibela mati-matian, melakukan evaluasi serius harus dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat,” tegas Yanto.
Berikut sejumlah alasan IMC Menolak Investasi Pabrik Kimia PT Chandra Asri Perkasa (CAP) 2 dan Proyek PLTU 9-10 Suralaya, adalah sebagai berikut;
- Dasar dari pengiriman surat ini yaitu Pasal 70 dan 91 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yang memuat Partisipasi Masyarakat dan Hak Gugatan Masyarakat.
- Penyusunan AMDAL PT Chandra Asri Perkasa tidak memadai dalam memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat, dan juga sangat minim dalam hal pelibatan partisipasi masyarakat.
Salah satu indikatornya adalah sosialisasi penyusunan AMDAL oleh perusahaan tidak dilakukan di lokasi yang masuk wilayah terdampak, yakni Kelurahan Gunungsugih dan Kelurahan Kepuh.
- AMDAL PLTU Jawa 9 dan 10 mengandung kecacatan hukum dan kekeliruan informasi, karena sangat lemah dalam pelibatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan Izin Lingkungan.
- Izin Lingkungan Jawa 9 & 10 tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15/2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal.
- PLTU Jawa 9 & 10 akan menambah daftar panjang PLTU batubara dan Boiler-boiler pabrik berbahan bakar batubara yang mengelilingi langit Kota Cilegon, Banten, sehingga mendapat predikat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk karena banyaknya industri yang mencemarkan lingkungan salah satunya PLTU Suralaya.
- Pabrik Kimia PT Chandra Asri dan sejenisnya serta PLTU Suralaya selama ini memberi kekhawatiran potensi pencemaran bencana lingkungan kepada masyarakat. Terlebih selama ini tidak adanya edukasi yang cukup dari industri maupun pemerintah kepada masyarakat, mengenai upaya pencegahan dan cara penanganan dampak lingkungan pabrik kimia kepada masyarakat.
- Pabrik kimia PT Chandra Asri dan PLTU Suralaya selama ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat sekitar terdampak, soal kejadian flaring dan limbah akibat pembakaran yang menghasilkan debu terbang B3, bau menyengat kimia, dan getaran yang mengganggu kenyamanan warga.
Jika investasi PT Chandra Asri Perkasa (CAP) 2 dan PLTU 9-10 ini dilanjutkan maka akan menambah beban lingkungan Kota Cilegon, yang selama ini mendapat predikat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk karena banyaknya industri yang mencemarkan lingkungan, seperti yang dihasilkan pabrik kimia dan PLTU Batubara.
Data Kemenkes RI 2018 menunjukkan Provinsi Banten merupakan 5 teratas provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi, sementara berdasarkan data Dinas Kesehatan Cilegon pada tahun 2019, mencatat bahwa penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk Cilegon adalah ISPA dengan 39.455 kasus.
- Rencana pembangunan PT CAP 2 diketahui masih dibaluti masalah sengketa lahan dengan masyarakat sekitar. Diduga ada praktik perampasan hak atas tanah masyarakat oleh PT Pancapuri Indoperkasa yang merupakan pengembang kawasan pabrik kimia PT CAP 2 di Kelurahan Gunungsugih, Kota Cilegon dan Kecamatan Anyar.
- Proyek pabrik kimia CAP2 dengan teknologi yang ada saat ini hanya akan menambah panjang sejarah degradasi kualitas udara dan perairan laut Selat Sunda.
Begitu juga Proyek PLTU Jawa 9-10 akan semakin menambah beban ekologis, potensi pencemaran perairan karena lalu-lintas kapal-kapal tongkang pengangkut batubara.
Dampaknya akan terjadi penurunan mata pencaharian bagi nelayan di sekitar Cilegon dan pesisir Kabupaten Serang, termasuk akan merusak kenyamanan pariwisata di wilayah Anyer karena potensi pencemaran perairan, akibat adanya pembuangan air limbah ke laut dan juga semakin tingginya lalu-lintas kapal-kapal angkutan pabrik kimia di perairan Selat Sunda.
- Pesisir Kota Cilegon yang dipenuhi pabrik kimia dan memiliki potensi kerawanan bencana yang cukup tinggi. Ditambah lagi potensi bencana alam di Selat Sunda yang kerap terjadi akibat erupsi Gunung Anak Krakatau atau gempa yang berpotensi tsunami, sehingga mengkhawatirkan terjadinya bencana teknologi akibat pabrik di sekitar pesisir Selat Sunda terdampak bencana.
Maka kami IMC menilai, jika investasi ini tetap dilaksanakan, maka potensi pencemaran, kerusakan lingkungan hidup, kerentanan ekosistem pesisir semakin bertambah. Dengan artian, merencanakan proyek atau pembangunan yang membebani lingkungan hidup tinggi sama halnya dengan sedang merencanakan bencana, memberikan izin lingkungan sama halnya dengan “mempersilahkan” Cilegon dikepung bencana.
Kami sebagai bagian dari masyarakat, berharap Pemprov Banten dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup agar tidak menerbitkan izin lingkungan dan mengevaluasi kembali rencana investasi pabrik kimia PT Chandra Asri Perkasa, serta membatalkan Izin Lingkungan Proyek PLTU 9-10 Suralaya.
Jika tetap berjalan dan aspirasi ini tidak diindahkan, kami Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) bersama masyarakat akan menempuh gugatan hukum sesuai UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH. (***)