Penulis : Wahyu Kurniawan M.Psi.,Psikolog, Dosen Prodi Psikologi IAIN SAS/Anggota Dewan Pendidikan Bangka Belitung
Swakarya.Com. Pandemik covid 19 kini melanda diberbagai negara tidak hanya Wuhan China yang disinyalir sebagai sumber utama merebaknya virus tersebut bahkan negara maju lainnya pun dilanda pandemik ini, samahalnya Indonesia yang tidak biasa menghindar dengan pandemik tersebut.
Pandemik yang hampir setiap 100 tahun sekali ini tentu saja membuat keheranan tersendiri bagi dunia. Jika dilihat dari siklusnya, sejarah mencatat mengenai pandemik yang mirip mirip semacam ini disinyalir telah terjadi sejak tahun 1720 dimana dalam catatan sejarah pernah terjadi wabah sampar di Prancis menewaskan lebih dari seratus ribu para warga di dalam kota di Prancis Selatan dan sekitarnya.
Selanjutnya pula wabah kolera pada tahun 1820 tercatat lebih dari 100.000 korban jiwa di Asia akibat wabah Kolera. Selanjutnya wabah Flu Spanyol menelan telah banyak korban jiwa ketimbang Perang Dunia I yang telah usai dua tahun sebelum 1920.
Flu Spanyol menginfeksi lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia, termasuk orang-orang di pulau-pulau Pasifik yang terpencil hingga sampai di Kutub Utara. Kini Wabah Corona/covid 19 yang diduga berawal dari Wuhan di daratan Republik Rakyat China.
Tercatat jika dilihat dari angka kejadian pertanggal 10 April 2020, adapun korban didunia saat ini menembus angka Sementara menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tercatat kini telah ada dikisaran angka 1,439,516 kasus virus corona di dunia.
Dari jumlah tersebut, 85.711 orang dinyatakan meninggal. Jumlah kasus virus corona di AS masih menjadi yang tertinggi di dunia. Yaitu mencapai 465.329 menurut data Johns Hopkins.
Akan tetapi, jumlah korban meninggal akibat virus corona berada di Italia yang mencapai 18.279 orang. Sedangkan Spanyol berada dalam urutan kedua korban meninggal akibat virus corona di dunia, yaitu mencapai 15.447 orang, sedangkan di Indonesia positif terinfeksi kini mencapai angka 3.512 dengan memakan korban meninggal dunia sebanyak 306 (Kompas, 2020).
Menurut data berdasarkan informasi www.Pasardana.id terkait kerugian finansial dari Wabah virus corona memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian global bahkan di kawasan Asia. Tak dipungkiri, Indonesia juga tak lepas dari efek wabah yang dikenal dengan sebutan Covid-19 ini.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira memproyeksi, ekonomi Indonesia berpotensi kehilangan Rp 127 triliun seiring dengan prospek pertumbuhan yang kian tertekan. Tentu atas dasar ini lah pula pemerintah setempat termaksud Indonesia secara cepat membuat edaran sehingga bisa meminimalisir terjadinya angka korban.
Berbagai himbauan yang dilancarkan oleh pemerintah terkait covid ini, baik dari sisi pekerjaan, pendidikan, perhubungan, serta keagamaan.
Jika dari sisi pekerjaan baik karyawan/ASN diminta untuk mengerjakan pekerjaan dari rumah, sedangkan anak anak yang sedang mengenyam pendidikan harus belajar dari rumah, UAN dihapuskan, PPDB dilaksanakan secara online, mengenai perhubungan telah terjadi pembatasan jumlah frekuensi penerbangan, perhubungan laut, perdagangan, dan lain sebagainya.
Dari sisi keagaman, banyak umat beragama harus menjalankan ibadah dari rumah dan mengurangi siklus kerumunan di rumah ibadah, jika dari perdagangan Mall diminta untuk membatasi jam dan aksesnya sehingga tidak memunculkan kerumunan-kerumunan, tentu kondisi semacam ini tidaklah mudah diterima oleh masyarakat dan tentu akan mempengaruhi psikologis seseorang.
Namun tulisan ini tidak akan memfokuskan semuanya melainkan penulis akan mencoba membahas dari sisi pendidikan dan proses pembelajaran dari rumah. Kiranya apakah ada yang salah dengan pendidikan dari rumah dan implikasinya.
Tentu saja kondisi pandemik ini bukanlah keinginan semua manusia yang secara normal tentu menyatakan bahwa ini kondisi yang tidak baik. Baru baru ini, penulis sempat mewawancarai peserta didik yang kini berada di kelas dua, dan beberapa kelas lainnya.
Informan/SIswa/siswi menjelaskan bahwa pada dasarnya belajar dari rumah tentu saja membuat peserta didik bosan, tidak bisa bertemu dengan para guru dan teman, tidak bisa bermain leluasa di perpustakaan sekolah, bisa melakukan aktifitas secara bersama sama, namun kini peserta didik cenderung harus melakukan ini dengan cara belajar sendiri yang dipandu oleh orangtuanya.
Belum lagi ada beberapa orangtua yang harus direpotkan dengan tugas tugas yang secara runtut dan banyak, disatu sisi bagi orangtua yang tidak terbiasa mendampingi anak anak secara rinci dari sisi pembelajaran.
Terkait belajar dari rumah.
Mendikbud menekankan bahwa pembelajaran dalam jaringan (daring)/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan.
“Kami ingin mengajurkan bagi daerah yang sudah melakukan belajar dari rumah agar dipastikan gurunya juga mengajar dari rumah untuk menjaga keamanan guru, itu sangat penting,” pesan Nadiem.
Pembelajaran daring/jarak jauh difokuskan pada peningkatan pemahaman siswa mengenai virus korona dan wabah Covid-19. Adapun aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antar siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk dalam hal kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah.
Bukti atau produk aktivitas belajar diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai kuantitatif. “Walaupun banyak sekolah menerapkan belajar dari rumah, bukan berarti gurunya hanya memberikan pekerjaan saja kepada muridnya.
Tetapi juga ikut berinteraksi dan berkomunikasi membantu muridnya dalam mengerjakan tugasnya. Sehingga jelas sudah bahwa dalam aktifitas pembelajaran dari rumah tidaklah memberatkan peserta didik.
Bersambung!