Sungailiat, Swakarya.Com. Kuatnya benturan pengaruh perkembangan teknologi, budaya asing, dan sikap abai generasi muda bangsa di Indonesia, menjadi pemicu yang menggeser nilai-nilai kearifan lokal yang sudah ada ditengah-tengah masyarakat kepulauan Bangka Belitung menjadi luntur. Tak terkecuali di kepulauan Bangka Belitung sendiri.
Penurunan pemahaman tentang nilai-nilai luhur budaya di kepulauan Bangka Belitung mendapat atensi penuh dari ketua DPRD provinsi kepulauan Bangka Belitung, Herman Suhadi, S.Sos.
Hal ini disampaikan Herman disela sela kegiatan penyebarluasan peraturan daerah No. 3 tahun 2019 tentang Pelestarian Kebudayaan Daerah di desa kelahirannya, dusun DAM Keramat kecamatan Pemali, Minggu (11/04).
“Seperti halnya ‘Nganggung’ saya melihat ada sedikit pelebararan dari esensi nganggung itu sendiri di masyarakat kepulauan Bangka Belitung,” ucap ayak Herman panggilan akrabnya.
Nganggung itu sejatinya membawa makanan dari masing-masing rumah ke masjid, rumah ke balai desa atau dari rumah ke suatu tempat yang telah disepakati pada waktu-waktu tertentu dan di tempatkan dalam satu wadah yang kita namakan dulang.
Tetapi saat ini kita melihat ada sebagian masyarakat yang melakukan ‘nganggung itu menggunakan wadah dus atau rantang dimana bertolak belakang dengan semboyan kepulauan Bangka Belitung sendiri yaitu ‘sepintu sedulang’, terang Herman.
Untuk diketahui ‘Nganggung’ sering disebut juga Sepintu Sedulang karena setiap rumah (sepintu atau satu pintu) membawa satu dulang (sedulang), yaitu wadah/nampan yang berbentuk bulat yang digunakan untuk mengisi makanan dan kemudian ditutup dengan penutup dulang, atau lebih dikenal dengan Tudung Saji.
Selain itu banyak juga permainan-permainan tradisional khas kep. Bangka Belitung yang mulai ditinggalkan oleh generasi milenial saat ini dan sudah sangat sulit untuk kita temukan, seperti kerito surong, sembilun, gasing dan lain lain.
Untuk itu politisi senior PDI-P memandang perlu agar masyarakat tahu bahwa banyak sekali kebudayaan-kebudayaan lokal yang ada di kepulauan Bangka Belitung yang sudah jarang dilihat bahkan sudah ditinggalkan oleh masyarakat dan generasi muda dan lebih familiar dengan kebudayaan-kebudayaan luar.
Oleh karenanya melalui perda ini, saya ingin mengajak masyarakat untuk menyelamatkan dan melestarikan kebudayaan asli daerah kepulauan Bangka Belitung,” tutup Herman.***