BPJ Pernyatakan Soal Satgas Ilegal Mining dan Kolektor Timah di RDP

JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya menyinggung penetapan dan penunjukan pelaku usaha sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Tambang Ilegal di Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang juga PJ. Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaludin dan Direktur Utama PT. Timah, Tbk di ruang rapat Komisi VII DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (21/6/2022).

Dalam RDP terbuka dengan agenda Tindaklanjut Finalisasi Tata Niaga Pertimahan, Penjelasan Peningkatan Royalti Timah dan hal lain tersebut, Politisi Partai Golkar Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) ini juga mempertanyakan posisi kolektor atau pengepul pasir timah dimata Dirjen Minerba.

“Mau tanya saja ini, karena lagi rame dibicarakan di Bangka ini masalah pembentukan Satgas Ilegal Minning mungkin bisa dijelaskan Pak Dirut, Pak Dirjen kalo di Bangka orang berwacana menduga-duga kenapa Pak Aon (pelaku tambang) bisa menjadi ketua satgasnya, bukan dari penegak hukum dan bukan sektor pemerintahan. Dan lalu bagaimana posisi kolektor dimata Pak Dirjen?,” tanya Bambang Patijaya dalam RDP.
Menurut Bambang yang akrab disapa BPJ, pertanyaan ini penting karena ia pernah membaca di pemberitaan ada rencana menghilangkan posisi kolektor dalam bisnis pertimahan di Babel.

“Kan ini barang seksi Pak, saya juga tidak terlalu banyak komentar kalau soal kolektor ini. Karena begini, tahun kemarin saja ada timah 65 ribu ton total balok timah yang diekspor berapa banyak sih yang diproduksi, hanya PT Timah saja sekitar 70 persen produksi (dengan) menambang sendiri, selebihnya 30 persennya membeli kurang lebih. Artinya dari 65 ribu ton itu bisa saja ada sekitar 40-50 ribu ton balok timah. Kalau pasirnya ada sekitar 70 ribu ton, kalau kemarin harga rata-rata 200 ribu (perkilo) berarti ada Rp14 triliun perputaran uang di kolektor, ini besar. Nah maksud saya, bagaimana kita mengatur siklus suplaychin ini jangan sampai kemudian menjadi suatu keributan baru. Saya seperti disampaikan Pak Dirut bagaimana menuju ke ekosistem yang baik, imbang, dan fairplay memenuhi kaidah hukum,” tutur Bambang.

Menjawab pertanyaan BPJ dalam RDP tersebut, Dirjen Minerba Kementerian ESDM sekaligus PJ Gubernur Babel, Ridwan Djamaluddin mengatakan, soal Satgas Tambang Ilegal yang baru terbentuk sifatnya masih sementara, bahkan nama resminya masih digarap.

Ia menyebutkan, pertambangan ilegal di Provinsi Babel masih marak. Sehingga pemerintah mengupayakan supaya para penambang itu mengurus perizinan agar jelas identitasnya, legal, membayar pajak dan taat terhadap lingkungan. Demikian juga terhadap pembentukan satgas, diakui Ridwan memang menghebohkan publik di Babel.

“Satgas ilegal mining nama sementara, nama resminya sedang dirumuskan, kendalinya tetap pada pemerintah dan Satgas ini tim pelaksana sebetulnya. Ini salah satu semangat kami untuk merangkul mereka, karena selama ini seolah-olah pemerintah saja yang mengejar-ngejar, sehingga kita pakai satu tangan yaitu tangan badan usaha. Kemudian, tentang informasi. Informasi terkait jaringan aliran bijih timah sampai ke smelter terutama smelter swasta,mereka lebih mengetahui, siapa penambangnya dijual kemana, kapan dijualnya, diam-diam, malem-malem dan siapa pemodalnya mereka lebih tau,” jelasnya.

Karena itulah, lanjut Ridwan Djamaluddin pihaknya mengundang para pelaku usaha pada rapat hari Minggu lalu di rumah dinas gubernur dan menawarkan kepada mereka siapa yang akan dipilih atau ditunjuk sebagai pimpinan.

“Tadi Pak Bambang Patijaya mengenal tokohnya Pak Thamron yang biasa dipanggil Pak Aon, saya tidak mengkonotasikan beliau sebagai pelaku ilegal tapi saya hanya memandang beliau sebagai salah satu pengusaha timah yang cukup besar, cukup berhasil dan dapat diajak berkomunikasi. Dan ada masukan juga dari perusahaan, pengusaha-pengusaha yang lain. Sekaligus ini mengklarifikasi beberapa tuduhan publik bahwa seperti ada istilah menggoreskan luka baru diatas luka lama, menurut saya semoga lukanya cepat sembuh saja. Jadi artinya kami memang berusaha merangkul masyarakat untuk menyelesaikan masalah (tambang ilegal-red) ini bersama-sama. Karena suka tidak suka, lebih dari 30 persen perekonomian Babel didorong oleh pertimahan,” jelas Ridwan yang dalam RDP tersebut digelar Gubernur Jenderal oleh pimpinan Komisi VII karena PJ Gubernur Babel yang merangkap sebagai Dirjen Minerba.

Mengenai kolektor timah, Ridwan menegaskan tetap dilarang. Ia mengaku hingga Selasa pagi sebelum RDP, masih tegas mengatakan kalau kolektor perannya hanya sebagai “tin loundring” maka harus dilarang.

“Kolektor dilarang Pak. Tadi pagi saya masih menegaskan kalau kolektor perannya hanya sebagai “tin loundring” maka dilarang. Kalau dia memang badan usaha yang jelas wujudnya, jelas perannya akan kita fasilitasi untuk kita dukung. Jangan sampai keberadaan kolektor ini seperti memutihkan timah-timah ilegal menjadi, kita tidak tau dari mana asal usulnya,” kata Ridwan.

Mendengar ini BPJ menanyakan lagi, apakah itu berarti tujuannya akan dipungut pajak terhadap kolektor apabila menggunakan badan usaha, dan Ridwan membenarkan. Termasuk kata Ridwan, pemerintah meminta pertanggungjawaban terhadap hal-hal lain yang patut dipertanggungjawabkan kolektor karena terlibat dalam pertambangan timah. (Rilis.MPO-PG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait