Sayangkan Demo Berakhir Ricuh, UBB Bentuk Tim Investigasi Akademik, Pelaku Terancam Sanksi

Bangka, Swakarya.Com. Aksi mahasiswa pada Kamis (19/03/2020) siang dengan tuntutan menolak Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kemahasiswaan di depan Rektorat UBB, berakhir tidak kondusif.

Melalui pers rilis ke media Swakarya.com, pihak Rektorat UBB mengklaim bahwa tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa tidak jelas pada bagian mana yang ditolak, karena mahasiswa tidak memberikan kesempatan dialog pada pimpinan universitas yang hadir.

Info yang didapat, peserta demo menuntut aturan tentang batasan berorganisasi minimal IPK 3,0 untuk ketua dan maksimal semester 7 dicabut.

Terkait demo tersebut, Wakil Rektor I UBB, Dr Nizwan Zukhri menyampaikan beberapa hal, diantaranya:
1. Aksi demo ini dinilai melanggar surat edaran Mendikbud dan Rektor soal larangan berkumpul untuk mencegah dan kewaspadaan penyebaran Covid-19.

UBB sendiri diketahui mematuhi edaran Mendikbud dan Presiden tentang larangan berkerumun dan telah mengeluarkan edaran resmi. Pemaksaan aksi ini sebenarnya membahayakan para demonstran sendiri, dosen, tendik dan satuan pengamanan UBB atas pandemic Covid-19.

2. Adanya bentrok antara mahasiswa demo dengan satpam karena memang ada pembakaran ban oleh mahasiswa menggunakan bensin dalam plastik. Ketika satpam berusaha memadamkan karena kekhawatiran akan membahayakan demonstran sendiri dan sarana prasarana kampus, mahasiswa menghalangi dan terjadilah kericuhan.

UBB Bentuk Tim Investigasi Akademik, Pelaku Kericuhan Akan Diberikan Sanksi
Berkenaan dengan kejadian ini, Pimpinan UBB akan membentuk tim investigasi akademik untuk menelusuri siapa saja yang terlibat dalam kasus kericuhan tersebut dan berjanji akan memberikan sanksi tegas berdasarkan hasil investigasi.

Nizwan Zukhri menghimbau semua pihak menahan diri dan bersabar, serta tidak bertindak di luar kontrol baik dari mahasiswa maupun dari pihak rektorat. “Biarkan tim investigasi bekerja secara objektif,” ujarnya.

Standardisasi IPK dan Semester bagi Pengurus Organisasi
Menurut Nizwan Zukhri, Peraturan Rektor yang dipersoalkan adalah Batasan IPK yang minimal 3,0 untuk pimpinan, sementara bagi anggota minimal 2,75.

Menurutnya, batasan ini berangkat dari kenyataan bahwa seorang organisatoris tidak boleh mengabaikan dunia akademiknya dan angka 3,0 bagi seorang ketua ormawa dianggap tengah-tengah antara tertinggi 4,00 dan terendah 2,00.

“Kami heran mengapa ini dipersoalkan, padahal batasan itu kan tidak terlalu besar, 3,00 itu nilai tengah-tengah, banyak kampus besar juga menetapkan hal seperti itu. Kalau ini dianggap mengkebiri demokrasi, terasa aneh karena sebenarnya kampus memiliki kewajiban untuk mengatur capaian lulusan agar semakin baik,” tutur Nizwan.

Hal lain yang dipersoalkan adalah Batasan semester yang maksimal semester 7, menurut Wakil Rektor 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ini bahwa kalau mahasiswa berorganisasi maksimal semester 7, itu saat pendaftaran calon, artinya pembatasannya saat mencalonkan diri, seorang mahasiswa bisa berorganisasi maksimal semester 9.

“Kebijakan ini merespon kondisi bahwa angka masa lulus Sarjana di UBB kita masih lama, padahal pengaruh ke akreditasi prodi dan kampus. Ketika dibatasi maksimalnya, mahasiswa akan bisa lulus maksimal semester 10 bagi mereka yang berorganisasi. Ini bukan mengkebiri demokrasi, tapi justru memperhatikan keinginan rata-rata orang tua yang ingin anaknya lulus cepat,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait