Pangkalpinang, Swakarya.Com. Sumarno S.E., M.M, selaku Presidium KAHMI Kota Pangkalpinang angkat bicara terkait isu yang sedang hangat di media akhir-akhir ini.
Menurut Sumarno, tidaklah bijak baginya jikakalau kita sebagai organisasi kemasyarakatan menilai ucapan Amri Cahyadi selaku wakil ketua DPRD Babel adalah sebuah pernyataan yang intoleran dan radikal serta tidak belajar dari sejarah.
“Disini malahan kita harus menyadari dan melihat sejarah secara utuh dan menyeluruh bahkan sejak Islam masuk ke bumi nusantara ini,” kata Sumarno kepada awak media swakarya.com pada 15 Januari 2020.
Sumarno pun menjelaskan sedikit sejarah pada masa peradaban Islam kala itu, di saat Khilafah Islamiyah berada pada masa sulit, dimana beberapa daerahnya mulai hendak diduduki oleh kaum penjajah, muncullah upaya untuk terus mengokohkan persatuan Islam yang dimotori oleh Sultan Abdul Hamid II.
“Kita wajib menguatkan ikatan kita dengan kaum Muslim di belahan bumi yang lain. Kita wajib saling mendekat dan merapat dalam intensitas yang sangat kuat. Sebab, tidak ada harapan lagi di masa depan kecuali dengan kesatuan ini,” ucapnya dengan meneruskan pemahaman yang Ia ketahui dari Sultan Abdul Hamid.
Lebih lanjut, ia mengatakan, inilah gagasan yang kelak dikenal sebagai Pan-Islamisme. Upaya penguatan kesatuan Islam pun sampai ke Indonesia (Hindia Belanda).
Upaya pengokohan penyatuan ini terus dilakukan. Hingga tahun 1904 telah ada 7 sampai 8 konsul (utusan) yang pernah ditempatkan Khilafah Utsmaniyah di Hindia Belanda.
Diantara aktivitas para konsul ini adalah membagi-bagikan mushaf al-Quran atas nama sultan, dan pencetakan karya-karya theologi Islam dalam bahasa Melayu yang dicetak di Istambul.
Di antara kitab tersebut adalah tafsir al-Quran yang di halaman judulnya menyebut “Sultan Turki Raja semua orang Islam”.
Istilah Raja di sini sebenarnya mengacu pada kata al-Malik yang berarti penguasa, dan semua orang Islam mengacu pada istilah Muslimin.
“Jadi, sebutan tersebut menunjukkan deklarasi dari sang Khalifah bahwa beliau adalah penguasa kaum Muslim sedunia. Hal ini menunjukkan bahwa khilafah Utsmaniyah terus berupaya untuk menyatukan kesultanan Melayu ke dalamnya, termasuk melalui penyebaran al-Quran,” cerita Sumarno
Sebagai respon terhadap gerakan penyatuan Islam oleh Khilafah Utsmaniyah ini, di Hindia Belanda terdapat beberapa organisasi pergerakan Islam di Hindia Belanda yang mendukung gerakan tersebut.
Abu Bakar Atjeh menyebutkan di antara organisasi tersebut adalah Jam’iyat Khoir yang didirikan pada 17 Juli 1905 oleh keturunan Arab. Karangan-karangan pergerakan Islam ini di Hindia Belanda dimuat dalam surat-surat kabar dan majalah di Istambul, di antaranya majalah Al-Manar.
Khalifah Abdul Hamid II yang tinggal di Istambul pun pernah mengirimkan utusannya ke Indonesia, bernama Ahmed Amin Bey, atas permintaan dari perkumpulan tersebut untuk menyelidiki keadaan kaum Muslim di Indonesia.
Akibatnya, pemerintah kolonial Hindia Belanda menetapkan pelarangan bagi orang-orang Arab mendatangi beberapa daerah tertentu dan masih banyak lagi sejarah khilafah dalam membantu perjuangan kemerdekaan atas permintaan kerajaaan di bumi nusantara ini.
Sumarni menganggap apa yang disampaikan oleh Amri Cahyadi, tidak ada salah mengenai pernyataan tersebut.
“Karena kita bisa melihat sendiri dibeberapa objek wisata pantai kita seperti pantai Tongachi misalnya begitu banyak sekali ornamen cina yan menurut saya sudah berlebihan,” tururnya
Ia pun menambah, jadi mari kita sebagai organisasi lebih bijak lagi menyikapinya dan banyak lagi kita buka buku sejarah jangan hanya dari satu sisi saja, sehingga bisa menjadi pelajaran tuk kita dan generasi selanjutnya bahwa ada budaya Islam dan budaya cina, berada dalam satu lingkungan dinegeri serumpun sebalai yang rukun damai.
“Mari kita jaga kerukunan supaya tetap berlanjut. Wallahu’alam,” tutupnya
Penulis : Tahir