Peran Penjamin dalam Reintegrasi Sosial pada Masa Pandemi Covid-19

Penulis : Joni Ihsan, S.H., M.H., PK Ahli Madya Kanwil Kemenkumham Sumsel

Swakarya.Com. Konstitusi negara kita yaitu UUD 1945 Pasal 28i Ayat (4) mengatur tentang Hak Asasi Manusia, termasuk juga Warga Binaan Pemasyarakatan (selanjutnya disingkat WBP) walaupun orang yang dirampas kemerdekaanya menjalani pidana kurungan badan di Lapas dan/atau Rutan masih diberikan hak-hak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (selanjutnya disebut UU Pemasyarakatan), salah satu hak WBP adalah untuk reintegrasi secara sosial.


Namun menjalani reintegrasi sosial bagi WBP sebenarnya bukanlah hal yang mudah, sebagian masyarakat kita masih sulit menerima orang dengan stempel “mantan napi”. Mereka yang bertahun-tahun dirampas kemerdekaannya bahkan ada yang puluhan tahun tentunya membutuhkan bimbingan dalam menjalin kembali hubungan sosialnya agar dapat diterima oleh masyarakat., inilah salah satu tugas Pembimbing Kemasyarakatan (selanjutnya disingkat PK).

Hadirnya PK dalam Sistem Pemasyarakatan diharapkan dapat memberikan pembimbingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan WBP saat menjalani reintegrasi sosial. Selain PK, salah satu elemen penting dalam reintegrasi sosial WBP adalah penjamin klien itu sendiri.


Salah satu elemen masyarakat yang dapat menjadi penjamin adalah keluarga, keluarga menurut pasal 1 angka 7 Permenkumham Nomor 03 Tahun 2018 adalah suami atau istri, anak kandung, anak angkat atau anak tiri, orang tua kandung atau angkat atau tiri atau ipar, saudara kandung atau angkat atau tiri atau ipar dan keluarga dekat lainnya sampai derajat kedua baik horizontal maupun vertikal. Selanjutnya Pasal 46 ayat (4), menjelaskan penjamin bagi Warga Negara Asing (WNA) yaitu kedutaan besar/konsulat negara dan keluarga, orang atau korporasi yang bertanggungjawab atas keberadaan dan kegiatan narapidana selama berada di wilayah Indonesia.


Peran penjamin dalam reintegrasi sosial WBP dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu sebelum reintegrasi dan saat klien menjalani reintegrasi. Pada bagian sebelum reintgerasi sosial, adanya penjamin dan persetujuan penjamin serta kesanggupan penjamin menjadi syarat wajib bagi seorang WBP yang akan diusulkan reintegrasi sosial.

Jika penjamin tidak ada, atau penjamin tidak mau memberi persetujuan dan/atau tidak sanggup menjamin WBP yang mengajukan reintegrasi sosial maka usulan reintegrasi sosial tersebut ditolak dan tidak dapat diproses.

Peran penjamin pada tahap pra reintegrasi sosial yaitu memberikan persetujuan menjadi penjamin sebagai syarat wajib dikarenakan penjamin lah yang akan mempertanggungjawabkan dalam hal membimbing dan mengawasi WBP tersebut apabila telah menjalani reintegrasi sosial.

Penjamin juga akan menjamin bahwa WBP tersebut memenuhi kewajibannya terutama kewajiban wajib lapor diri dan mendapatkan bimbingan di Balai Pemasyarakatan, oleh karena itu WBP yang bersangkutan harus rutin melapor dan mendapatkan bimbingan di Balai Pemasyarakatan setiap bulannya.

Apabila WBP yang menjalani reintegrasi sosial tidak melapor ke Balai Pemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan akan mengkonfirmasi hal tersebut kepada penjaminnya.
Peran penjamin dalam tahap reintegrasi sosial dapat juga kita lihat pada pasal 5 ayat (1) huruf i Peraturan Menteri Nomor 32 tahun 2020 yaitu menjamin Narapidana tidak akan melarikan diri dan menjamin pula narapidana tidak melakukan perbuatan melanggar hukum.

Calon penjamin juga harus bersedia membantu membimbing dan mengawasi Narapidana selama mengikuti program asimilasi (pada pasal selanjutnya berlaku pula untuk CMK,PB, CMB dan CB).


Salah satu kendala besar bagi WBP saat fase awal berintegrasi dengan masyarakat adalah kurang terpenuhinya beberapa kebutuhan dasar manusia yaitu sandang, papan dan pangan. Fase awal adalah bimbingan awal yang dilakukan yaitu 1/3 (satu pertiga) dari masa bimbingan keseluruhan, pada fase ini lah sering terjadi pengulangan tindak pidana (residivis).

Oleh karena itu, pada fase awal koordinasi antara PK dengan penjamin secara insentif harus dilakukan secara berkesinambungan. Pada fase awal ini juga PK membuat program bimbingan berdasarkan “identifikasi kebutuhan selama bimbingan” melalui instrumen Assessment Criminogenic. PK harus mempunyai keahlian mengidentifikasi faktor-faktor kebutuhan klien selama masa bimbingan agar klien dapat diterima dalam masyarakat, beradaptasi, bertahan hidup sehingga berguna bagi masyarakat.


Peran penjamin dalam fase awal ini sangat menentukan berhasil atau tidaknya bimbingan yang dilakukan oleh PK. Kebanyakan penjamin tidak mengerti apa yang harus ia lakukan sebagai penjamin selama masa bimbingan, oleh karena itu PK harus mengarahkan peran penjamin agar ia dapat mendukung program reintegrasi yang dijalani oleh klien, peran penjamin pada fase awal dapat kita ambil melalui teori Asessment Criminogenic.

Berdasarkan Asessment Criminogenic, berikut beberapa peran penjamin yang dapat diarahkan oleh PK selama masa reintegrasi berdasarkan hasil assesment criminogenic, yaitu:

1 Faktor Pendidikan dan Pekerjaan
Jika klien teridentifikasi berpendidikan rendah dan tidak mempunyai pekerjaan, maka peran penjamin dapat berupa mengikutkan klien dalam Kejar Paket A, Paket B atau Paket C sehingga dengan bermodalkan ijasah diharapkan ia mendapat pekerjaan.

2 Faktor Penyalahgunaan Narkoba
Peran penjamin melaporkan penyelahgunaan narkoba oleh klien kepada PK, namun jika penyalahgunaan teridentifikasi sebagai pengedar atau prekusor, maka penjamin dan PK segera melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib.

3 Keuangan/Ekonomi;
Jika hasil asesement criminogenic klien mempunyai masalah keuangan misalnya hutang piutang, maka PK dan penjamin berupaya mencari jalan keluar bersama misalnya mencarikan klien pekerjaan sehingga dapat mencicil hutangnya.

4 Hubungan dengan keluarga dan Sosial
Peran penjamin harus memulihkan hubungan sosial antara klien dengan keluarga dan lingkungan sosialnya, misalnya penjamin harus meluangkan waktu untuk saling berinteraksi baik itu dengan keluarga maupun dengan lingkungan sosial.

5 Sikap Pro Kriminal/Anti Sosial
Sikap anti sosial membuat klien merasa tidak bersalah atas tindak pidana yang telah ia lakukan sehingga tidak ada rasa penyesalan, oleh karena itu penjamin dapat memberikan siraman rohani berupa pemahaman agama kepada klien.

6 Faktor lainnya
Tidak jarang ketika klien menjalani reintegrasi sosial ia tidak mempunyai tempat tinggal sehingga harus menjalani hidup di jalanan, atau relasi sosial dengan anggota keluarga yang tidak harmonis membuat klien meninggalkan rumah dan bergabung dengan teman-teman yang anti sosial.

Salah satu kriteria penjamin yang diteliti oleh PK saat melakukan penelitian adalah kondisi penjamin. Kondisi penjamin dikupas mulai dari riwayat perkawinan, relasi sosial sampai pekerjaan dan penghasilan. Oleh karena itu, idealnya seorang penjamin wajib memiliki nilai “baik” untuk semua kriteria diatas, sehingga ia dapat berperan mengayomi klien saat menjalani program reintegrasi sosial.

Namun peran dan kewajiban tersebut hanya bersifat kewajiban moral bukan kewajiban yuridis oleh karena itu tidak ada sanksi hukum yang diberikan kepada penjamin yang lalai dalam memenuhi perannya karena belum diatur didalam peraturan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan teori hukum pidana bahwa :tidak ada satu perbuatan yang dapat dipidana kecuali telah diatur dalam peraturan perundang-undangan”.

Sehubungan dengan mewabahnya virus covid-19 seperti saat ini, selain peran diatas, peran penjamin sangat vital sebagai pemutus mata rantai penyebaran dan penularan virus tersebut. Pembimbing Kemasyarakatan melakukan fungsi pengawasan terhadap penjamin dan klien saat menjalani reintegrasi, mewajibkan agar penjamin menerapkan protokol kesehatan terhadap klien yang ia jamin dengan menerapkan sanksi terhadap penjamin dan klien jika melanggar protokol kesehatan yang sudah ditandatanganinya dalam surat perjanjian sebelum reintegrasi maupun surat komitmen bersama.

Adapun jenis sanksi yang akan diberikan yaitu mengikuti kebijakan Pemerintah Daerah dimana penjamin dan klien berdomisili.


Peran penjamin secara normatif sudah ditentukan didalam berbagai peraturan terkait, selain itu peran penjamin dapat mengacu pada hasil assessment criminogenic yang dilakukan oleh PK yaitu mengidentifikasi faktor-faktor kebutuhan yang telah diuraikan diatas.

Peran penjamin bukan merupakan kewajiban yuridis, oleh karena itu tidak ada sanksi hukum bagi penjamin jika tidak melakukan perannya sebagai orang yang menjamin klien. Namun sanksi moral dapat di berikan oleh PK sesuai dengan beberapa perjanjian sebelum pelaksanaan reintegrasi, misalnya PK dapat menambah kewajiban lapor diri dari sebulan sekali menjadi sebulan dua kali karena program bimbingan tidak dijalankan dengan baik oleh penjamin dan klien.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait