Meneropong Komunitas Motor

Penulis: Kartika Chandra Anastya

Dunia menyuguhkan kita dengan segala perbedaan mahluknya yang sibuk. Banyak kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama sehingga menciptakan perkumpulan atau komunitas atas kesukaan terhadap aktivitas tertentu. Setelah itu, segenap lapisan masyarakat akan bertindak sebagai hakim tanpa bayaran untuk mengomentari baik dan buruk suatu komunitas, dengan senang hati dan seenak hati.

Tentu saja, komentar yang dilontarkan dari sudut pandang yang berbeda dan sangat bermacam-macam acap kali menimbulkan pro dan kontra secara absolut.

Komunitas motor adalah salah satu contoh yang sering mendapatkan stigma buruk. Kebut-kebutan, mabok di jalan, membuat macet lalu lintas, bertindak secara keras dan masih banyak lagi label yang ditempelkan terhadap komunitas motor.

Tidak bisa dipungkiri, label tersebut diberikan bukan karena tiba-tiba tanpa alasan yang mengikat. Pemberitaan di media dan televisi yang dapat dinikmati secara luas oleh masyarakat kebanyakan menyuguhkan sisi negatif dari komunitas motor.

Ya, jika itu fakta maka tidak masalah namun yang menjadi masalah adalah pelabelan secara meluas terhadap semua komunitas motor yang eksis dalam menunjukan kegiatan mereka tanpa terkecuali.

Seperti All Bikers yang keberadaannya sering mendapatkan cibiran. Perlakuan secara sepihak pun seringkali mereka terima meskipun tidak sesuai dengan fakta di lapangan, “Bikers gak ada kerjaan banget, taunya motor doang gak peduli sama dunia sosial.” Memangnya peduli terhadap sosial itu bagaimana bentuknya? Tau dari mana kerjaan Bikers hanya bermaiin motor? Yakin Bikers yang satu ini senegatif di pikiran kamu? Alat ukur kamu menilai hal itu baik dan buruk memakai apa memangnya? Bisa jawab tidak?

Seharusnya, cara kita menilai segala sesuatu itu harus berdasarkan apa yang kita lihat dan rasakan atau mempunyai bukti yang kuat, bukan berdasarkan asumsi pribadi yang kebenarannya belum tentu dapat dipertanggungjawabkan.

Adil dalam menilai, menyamaratakan kesempatan, dan tidak pilih tebang dalam menerima seharusnya diterapkan oleh kita semua, “Kita semua.” Benar?

Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk peduli terhadap sosial dan banyak sekali contoh yang bisa disebutkan.

Masih bulan februari 2020, tepatnya tanggal 2, 4, dan 6 All Bikers and All Community (Termasuk DJ Olor, DJ Arzi, dan Warkop Gi Nata) mengadakan kegiatan sosial berupa penggalangan dana di sekitar Pangkalpinang dan kupon donasi untuk M. Arahman (5 tahun) penderita bocor jantung. Dana yang berhasil dikumpulkan dengan tema kegiatan “Ngopi Peduli” pada 7 februari 2020 sebesar Rp 10.357.000 dan diserahkan kepada adik Rahman tepat pada malam itu juga.

Kegiatan itu dimaksudkan untuk mengubah persepsi buruk masyarakat terhadap komunitas motor secara sedikit demi sedikit.

Persepsi individu merupakan suatu proses aktif yang menuntut suatu tatanan dan makna atas berbagai rangsangan yang diterima (Mulyadi, 2010). Oleh karena itu, menunjukan eksistensi dalam kebaikan dinilai perlu dilakukan agar dapat mempengaruhi persepsi masyarakat.

Kedepannya mereka (All Bikers) juga akan melakukan langkah-langkah baik untuk menebarkan kepositifan. Resah jikalau kehadiran kita selalu disudutkan bukan? Itulah yang dirasakan para komunitas motor All Bikers.

Terlebih lagi selama ini di mata hukum mereka belum pernah tercatat melakukan tindakan kriminal. Jadi sebagai masyarakat, kita tidak boleh menghakimi para Bikers dengan seenak hati kita.

Berkumpul dan saling mengulurkan tangan untuk membantu pada orang yang membutuhkan secara tepat sasaran adalah salah satu tujuan penggalangan dana para komunitas motor atau bikers ini.

Usaha untuk memperjelas identitas dan memperbaiki nama komunitas motor tidak hanya dilakukan oleh All Bikers namun terdapat juga Bikers dari penjuru Indonesia yang lain seperti Komunitas Bikers Subuhan Lampung.

Identitas diri adalah proses menjadi seorang individu yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008). Dan setiap komunitas memiliki identitas diri yang berbeda yang tidak bisa dipaksakan untuk sama.

Pada dasarnya, berkumpul dengan orang-orang yang memiliki minat dan kesukaan yang sama merupakan kebutuhan dasar (naluri) manusia itu sendiri. Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk meciptakan komunitas dan memiliki payung hukum pada kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi di negara demokrasi ini.

Tanpa terkecuali, hak kita sama di mata hukum tanpa ada hak istimewa untuk berlaku berat sebelah. Dan sekali lagi, Adil dalam menilai, menyamaratakan kesempatan, dan tidak pilih tebang dalam menerima seharusnya diterapkan oleh kita semua, “Kita semua.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *