Koperasi di Babel Krisis Ideologi, Kepemimpinan dan Kepercayaan, Heryawandi: Momentum Hari Koperasi Mari Berbenah

Pangkalpinang, Swakarya.C. Bertepatan dengan peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-47 tahun yang jatuh hari ini Senin 12 Juli 2021, anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Heryawandi, SE menilai kinerja koperasi di daerah masih kurang optimal.

Bahkan, koperasi di Babel dianggap sudah mengalami krisis dan terpinggirkan. Mulai dari krisis ideologi perkoperasian, krisis kepemimpinan atau SDM serta krisis kepercayaan masyarakat.

Karena itu, Politisi Partai Golkar ini meminta dinas terkait untuk bergerak bersama membangun koperasi lebih serius, terlebih di masa pandemi Covid-19 ini untuk pemulihan ekonomi rakyat.

“Babel harus serius kembangkan ekonomi rakyat. Pembangunan ekonomi daerah harus lah dititikberatkan pada pembangunan ekonomi rakyat agar terjadi pemerataan ekonomi di Babel,” ujarnya kepada wartawan, tadi siang, Senin (21/7/2021) di gedung DPRD Babel.

Dikatakan Heryawandi, untuk mewujdkan hal tersebut mesti ada simpul ekonomi rakyat baik itu dari sektor jasa, perdagangan, pertanian dan pertambangan. Sektor-sektor itu harus dapat mengorganisir diri dan menjalankan usahanya dengan berkoperasi.

“Karena, telah terbukti pada saat krisis ekonomi dulu, pelaku ekonomi rakyat atau usaha kecil dapat bertahan sehingga banyak menyerap tenaga kerja pada masa itu,” imbuhnya.

Terkait dengan Peringatan Harkopnas tahun ini yang mengangkat tema ‘Transformasi Digital Koperasi Menuju Bisnis Modern yang Kuat dan Bermartabat’ dengan tagline ‘Digitalisasi Menuju Koperasi Modern’, menurut Heryawandi seharusnya hal itu menjadi semangat baru untuk pengelolaan koperasi agar berbenah dalam segala aspek. Baik secara Sumber Daya Manusia (SDM) maupun menajemennya.

“Dalam perjalanan koperasi, sejak berdirinya negara Indonesia dan sudah menjadi amanat konstitusi yakni Pasal 33 UUD 1945, koperasi harus terus kita kembangkan berdasarkan kondisi saat ini. Sebab, masih mengalami pasang surut dan bahkan sampai hari ini koperasi masih tetap terpinggirkan,” tukasnya.

Akibat dari itu, peran koperasi di Indonesia khususnya di Bangka Belitung masih sangat minim untuk membantu masyarakat. Malah yang terjadi muncul semacam krisis ideologi, kepemimpinan dan kepercayaan masyarakat pada koperasi.

“Ada tiga hal krisis yang terjadi di koperasi hari ini. Dari krisis ideologi, di mana pihak pengelola dan anggota koperasi tidak paham tentang ideologi dan prinsip-prinsip koperasi sebagai landasan dalam memgembangkan koperasi. Kedua adalah krisis kepemimpinan. Dalam mengembangkan koperasi kepemimpinan sangat lah menentukan tumbuh kembang sebuah koprasi, karena banyak koperasi dipimpin oleh orang yang tidak memiliki keahlian di bidang perkoperasian. Padahal ini sangat penting dalam pengelolaan koperasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” paparnya.

Dari dua krisis pokok yang melanda koperasi saat ini, lanjut Heryawandi maka akhirnya muncul krisis ketiga yakni kepercayaan masyarakat yang berangsur hilang terhadap koperasi.

“Masyarakat jadi kurang, bahkan tidak percaya kepada koperasi. Alhasil akibat dari ketiga krisis ini, koperasi semangkin sulit berkembang,” sesalnya.

Untuk menghindari tiga krisis tersebut berkembang semakin jauh, Heryawandi menyarankan perlu adanya sinergisitas antara lembaga dan stakeholder terkait guna mengoptimalkan kinerja koperasi serta bersama-sama mendukung gerakan koperasi di Babel.

Sebab menurutnya banyak sektor yang memungkinkan membuat koperasi dapat dikembangkan khususnya di Babel. Diantaranya sektor pertanian yang menjadi penanganan Komisi II DPRD.

Namun, Heryawandi masih melihat adanya kendala-kendala pengembangan koperasi pertanian, seperti terkait kemandirian dan ketahanan pangan yang sedang digalakkan di Babel.

“Kendalanya seperti tumpang tindih status lahan di beberapa desa termasuk yang kita temukan di Desa Tanjung Niur, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat,” katanya.

Berdasarkan survei di lapangan, Heryawandi mengungkapkan pihaknya menemukan lahan yang dikelola masyarakat desa untuk 300 hektar sawah guna mewujudkan program ketahanan pangan, malah ternyata ada lahan Hutan Tanam Industri (HTI) dari sebuah perusahaan.

“Hal ini kami temukan ketika turun lapangan. Kami harap dalam mendukung ketahanan pangan di masa pendemi ini, pihak pemerintah terkait segera menindaklanjuti persoalan itu. Agar ekonomi rakyat dan koperasi dapat lebih berkembang,” pungkasnya seraya berharap koperasi di Babel lekas beradaptasi dengan kondisi saat ini untuk dapat bertumbuh kembang secara mandiri, kuat dan bermartabat dalam mensejahterakan rakyat. (Rilis.MPO-PG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait