Jaga Diri Dan Orang lain, Ramadhan Di Tengah Pandemi Covid-19

Penulis: Rani Diansari, Mahasiswi FISIP Universitas Bangka Belitung

Swakarya.Com. Per tanggal 16 Mei 2020, Indonesia menyentuh angka 17.025 kasus positif COVID-19 di 34 Provinsi. Total sembuh 3.911 kasus, dan meninggal mencapai angka 1089 kasus. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia jumlah kasus positif COVID-19 perhari mencapai angka diatas 100 kasus.

Angka ini sangat menghkawatirkan mengingat cepatnya penyebaran pandemi COVID-19 diberbagai wilayah Indonesia. Tidak hanya penyebarannya yang cepat, pandemi ini juga menimbulkan kekhawatiran diantaranya, pemilik alat produksi gamang karena sektor usaha berhenti dan tenaga kerja gundah karena menjadi pihak terdampak langsung.

Faktanya memang terbuka, jumlah potensi massif Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), terjadinya kontraksi ekonomi, bahkan guncangan (shock) yang dirasakan oleh masyarakat. Belum lagi sektor pendidikan juga mengalami permasalahan. Mulai dari TK, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi harus melakukan pembelajaran secara online.

Tidak cukup dengan permasalahan yang ada, situasi ini juga mengkhawatirkan sekaligus menjadi permasalahan baru karena menghadapi pandemi COVID-19 ditengah bulan Ramadhan. Kebiasaan masyarakat untuk beribadah ditempat ibadah kini dianjurkan harus dilakukan dirumah saja.

Kemudian, aktifitas yang biasanya dilakukan pada bulan ramadhan seperti buka bersama (bukber) dan ngabuburit kini dianjurkan untuk tidak dilakukan dan memilih melakukannya dirumah saja. Tidak hanya itu, masyarakat dihimbau untuk tidak mudik atau pulang kampung halaman sebagai bentuk upaya dalam memutus rantai penyebaran pandemi COVID-19.

Tentu hal-hal semacam ini membuat masyarakat cemas karena tidak bisa beraktifitas seperti biasa apalagi kebiasaan-kebiasaan yang biasanya hanya dilakukan pada bulan suci ini.

Berdasarkan perspektif sosiologi, virus ini tidak hanya dipandang sebagai penyakit yang berdampak pada kesehatan tetapi dapat menyerang kehidupan bermasyarakat.

Guncangan (shock) yang dirasakan masyarakat tidak hanya timbul akibat pandemi itu sendiri, tetapi juga ditimbulkan oleh pemberitaan media serta langkah pemerintah dalam menangani covid-19.

Guncangan ini menimbulkan kecemasan yang menyebabkan disorganisasi. Menurut Soejono Soekanto, disorganisasi adalah proses memudarnya atau menurunnya nilai-nilai dan norma-norma dalam tatanan struktur masyarakat karena adanya perubahan didalam kehidupan.

Hal ini dapat dilihat dari gejala yang terjadi didalam masyarakat kita yang berupa memudarnya keterikatan sosial, sehingga nilai-nilai sosial menjadi luntur dan mengarah pada kekacauan didalam kehidupan masyarakat.

Tidak hanya itu, ditengah bulan ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi menyambut lebaran Idul Fitri membuat masyarakat cemas karena tahun ini menjalankan bulan ramadhan dan Idul Fitri di tengah pandemi COVID-19.

Bukber, ngabuburit, bahkan mudik harus menjadi wacana semata agar penyebaran pandemi ini tidak semakin meluas didalam masyarakat.

Masyarakat adalah element penting dalam pemulihan dan pemutusan mata rantai COVID-19. Saat kondisi seperti ini, keluarga menjadi tempat dan ruang-ruang edukasi yang berupa penanaman nilai-nilai antar keluarga, seperti nilai-nilai kemanusian.

Fungsi-fungsi keluarga yang pada awalnya pudar karena orang tua sibuk bekerja dan anak-anak sekolah dari pagi hingga sore kini dapat dimaksimalkan saat kondisi pandemi ini. Keluarga memiliki privilese untuk bekerja dirumah sekaligus mengedukasi keluarganya untuk melawan pandemi COVID-19 dan diskriminasi yang tercipta didalam masyarakat.

Keluarga-keluarga ini juga harus berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat disekitarnya untuk mencegah stigma dan diskriminasi terhadap keluarga yang terdampak positif COVID-19, serta tenaga medis. Tidak hanya itu, keluarga ini juga dapat mengedukasi keluarga lain disekitarnya untuk melakukan ibadah dan aktifitas di rumah aja selama bulan ramadhan.

Jika satu keluarga telah melakukannya dan diikuti oleh keluarga lainnya, maka tidak akan terjadi perpecahan didalam masyarakat. Nilai-nilai kemanusiaan dapat dijunjung tinggi dan dapat diaplikasikan dengan baik, berjuangan bersama-bersama dalam memutuskan rantai penyebaran pandemi COVID-19.

Titik terakhir yang cukup penting adalah ketika kita semua mampu menjaga diri sendiri dan orang lain dengan melakukan hal-hal yang dapat menghindari diri dari pandemi ini.

Selain menjalani ibadah dan aktifitas dibulan Ramadhan harus dilakukan dirumah aja, hal yang harus dilakukan diantaranya: cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, jaga jarak +1,5 meter dengan orang lain, gunakan masker jika keluar rumah, tingkatkan imunitas tubuh agar selalu sehat dan beribadah dirumah aja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *