Identifikasi Faktor “Criminogenic” Untuk Program Bimbingan dalam Mencegah Pengulangan Tindak Pidana (Studi Kasus Terhadap Residivis Klien Anak “OS”)

Penulis : Joni Ihsan, S.H., M.H.,PK Ahli Madya pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan

Swakarya.Com. Anak Didik Pemasyarakatan (selanjutnya disingkat Andikpas) yang sedang menjalani integrasi sering tertangkap kembali oleh aparat kepolisian karena mengulangi tindak pidana.

Walaupun persentase pengulangan tindak pidana oleh Anak tidak begitu besar, namun hal ini perlu mendapat perhatian karena Anak adalah generasi penerus bangsa.

Dalam ilmu kriminologi, ada beberapa faktor yang dapat dijadikan patokan seseorang mengulangi atau melakukan kembali tindak pidana yaitu (1) Antisosial terhadap nilai-nilai yang berlaku (antisocial values); (2) Antisosial terhadap kelompok sebaya (antisocial peers); (3) Lemahnya pengendalian diri, manajemen diri dan lemahnya keterampilan memecahkan masalah (Poor self control, self management, and problem solving skills) (4) Disfungsi keluarga (family dysfunction) dan (5) Kriminalitas masa lalu (past criminality).

Lima prediktor penyebab pengulangan tindak pidana dilihat dari ilmu kriminologi diatas selaras dengan faktor “criminogernic” yang dalam prakteknya digunakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan (PK) untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dan Andikpas selama menjalani bimbingan saat integrasi, yaitu 1. Faktor Pendidikan dan Pekerjaan, 2. Faktor Penyalahgunaan Narkoba, 3. Faktor Ekonomi/Keuangan, 4. Hubungan dengan Keluarga dan Sosial, 5. Sikap Pro Kriminal/Anti Sosial dan 6. Faktor sosial lainnya.

Tulisan ini adalah kajian yang mengidentifikasi faktor criminogenic yang menjadi penyebab terjadinya pengulangan tindak pidana oleh Andikpas dengan metode studi kasus terhadap Andikpas “OS” yang menjalani integrasi ketengah-tengah masyarakat dan sudah 3 kali melakukan tindak pidana.

Kasus pengulangan tindak pidana oleh klien Anak “OS”

Seperti biasa penulis melaksanakan tugas melakukan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) terhadap ABH permintaan dari Kepolisian Sektor Kertapati Kota Palembang. Setelah mempelajari surat dari Kepala Kepolisian Sektor Kertapati dan melihat catatan perkara anak pada buku registrasi, diketahui bahwa tercatat sudah beberapa kali melakukan tindak pidana.

Setelah dilakukan pemeriksaan data, Anak tersebut telah 2 kali mengulangi tindak pidana (yang diproses oleh pihak kepolisian, entah sudah berapa kali ia melakukan tindak pidana yang tidak ketahuan) perkara ini merupakan perkara yang ke tiga kalinya.

Namanya “OS”, ia lahir di Palembang tanggal 20 Juli 2001 (saat itu usianya 17 tahun 2 bulan) anak ketiga dari tiga bersaudara bapak EH dan Ibu R. Sejak putus sekolah kelas 2 SMP, lebih banyak hidupnya dihabiskan diluar rumah bahkan sering tidak pulang kerumah sampai berhari hari. Ia tertangkap melakukan perampokaan padahal ia sedang menjalani integrasi dalam program Pembebasan Bersyarat untuk perkara yang kedua.

Pendidikan dalam keluarga tidak berjalan dengan baik, pola asuh orang tua bersifat permisif (tidak terlalu peduli) sehingga PK berkesimpulan bahwa orang tua tidak bisa mengawasi, mendidik dan membina anak dan tidak bisa memberi contoh yang baik (anak dibiarkan tidak sekolah hanya sampai kelas 2 MTsN).

Orang tua tidak mengatur waktu kegiatan mental Anak, tidak memberi perintah untuk beribadah dan belajar agama, tidak mengarahkan dan merencanakan cita-cita dan masa depan Anak, tidak ada pengaturan terhadap pergaulan, Anak dibolehkan bermain di malam hari, tanpa ada batas waktu jam bermain di luar rumah bahkan sering tidak pulang kerumah.

Secara kasat mata, tidak ada bakat dan potensi yang dapat dikembangkan dalam diri Anak, hubungan sosial Anak dengan orang tua kurang harmonis begitu juga hubungan sosial Anak dengan anggota keluarga lainnya berjalan kurang baik sehingga Anak lebih sering berhubungan sosial dengan teman-temannya yang sudah dewasa sampai tengah malam.

Anak tidak taat dalam menjalankan perintah agamanya terutama ibadah Sholat 5 waktu dikarenakan kurangnya pendidikan mental spiritual dari kedua orang tua.

Kebiasaan negatif Anak seperti tidak mengindahkan nasehat orang tua, bermain lupa waktu hingga larut malam, merokok, meminun minuman keras dan mengkonsumsi narkoba menjadi kebiasaan hidup sehari-hari (entah dari mana ia mendapat uang untuk semua itu).

Sikap anak dalam mengikuti pendidikan selama di sekolah tidak disiplin, malas dan suka bolos sehingga dikeluarkan dari sekolah saat masih duduk dikelas VIII sebuah sekolah menengah swasta di Palembang.

Riwayat pelanggaran hukum merupakan yang ketiga kalinya, adapun tindak pidana yang pernah dilakukan dan telah mendapat putusan yang tetap yaitu tahun 2016 mencuri baut rel kereta api stasiun kereta kertapati melanggar pasal 363 KUHP dipidana pelatihan kerja selama 1 bulan, perkara kedua tahun 2017 mencuri laptop di puskesmas melanggar pasal 363 KUHP dipidana 7 bulan dan perkara terakhir adalah pencurian dengan kekerasan terhadap seorang sopir box dibawah flyover Musi II, perkara terakhir lebih parah dibandingkan dengan 2 perkara sebelumnya yaitu pencurian dengan kekerasan seperti dimaksud dalam pasal 365 KUHP.
Hidupnya juga tidak lepas dari penggunaan rokok, napza dan alkohol.

Menurut pengakuannya, ia sudah mengenal rokok sejak tahun 2016 (sejak masih sekolah) begitu juga dengan miras dan narkoba sudah biasa ia konsumsi. Bapak kandung bekerja sebagai buruh harian, dari pekerjaan ini ia mendapat penghasilan sekitar Rp. 100.000,- perhari. Sementara ibunya berjualan makanan kecil berkeliling kampung, keadaan ekonomi ini membuat mereka sulit untuk menghidupi 3 orang anak.

Cara ia melakukan tindak pidana termasuk cara yang hanya wajar dilakukan oleh orang dewasa, ia dan bersama teman temannya yang sudah dewasa menghadangkan motor didepan mobil box yang sedang melaju kemudian tiba-tiba berhenti karena terkejut. Anak dengan beraninya naik ke pintu sopir mengancam dengan pisau terhunus sehingga berhasil mengambil handphone dan uang milik sopir yang tidak berdaya.

Keesokan harinya barang-barang tersebut dijual dan berbagi keuntungan dari hasil curian, menurut pengakuannya ia hanya mendapatkan jatah sebesar Rp. 50.000.- (lima puluh ribu) dari hasil pekerjaan ilegal yang beresiko.

Setelah melalui 2 kali persidangan dan mempertimbangkan rekomendasi litmas PK Bapas agar anak dibina di Lapas Anak Kelas I Palembang, Anak di vonis terbukti bersalah dipidana 7 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang dan di eksekusi oleh Jaksa ke LPKA Kelas I Palembang. Setelah menjalani pembinaan selama 4 bulan, terhadap “OS” diusulkan untuk mengikuti program Cuti Bersyarat dari LPKA Kelas I Palembang melalui surat Kepala LPKA Kelas I Palembang tanggal 03 Agustus 2018 Nomor: W6-PAS2.PK.04.05-573, setelah melalui SOP yang telah ditetapkan, akhirnya bulan September 2018 “OS” menjalani integrasi ketengah-tengah masyarakat melalui program Cuti Bersyarat.

Selama masa bimbingan, tugas PK adalah bagaimana agar Anak tidak mengulangi lagi tindak pidananya. Hasil asessment Risiko Residivis Indonesia (RRI) menunjukkan bahwa “OS” termasuk kategori tinggi tingkat pengulangan tindak pidananya, oleh karena itu PK melanjutkan dengan “Asessment Criminogenic”.

Asessment criminogenic merupakan instrumen untuk menilai dan mengidentifikasi faktor-faktor kebutuhan selama bimbingan agar “OS” tidak lagi mengulangi tindak pidana dan menjadi manusia mandiri setelah kembali ketengah-tengah masyarakat.

Identifikasi Faktor Criminogenic terhadap klien Anak “OS”

Berdasarkan hasil asessment, teridentifikasi faktor-faktor criminogenic yang menjadi penyebab ia mengulangi tindak pidana saat ia menjalani masa integrasi, yaitu:

  1. Faktor Pendidikan dan Pekerjaan;
    OS adalah anak putus sekolah, pendidikan hingga mendapat ijasah hanya tamat SD, ia dikeluarkan dari sekolah saat masih kelas IX karena ketidakdisiplinannya. Pendidikan yang rendah membuatnya sulit untuk mendapatkan pekerjaan, walaupun ia telah mendapatkan pekerjaan ia akan sulit untuk mempertahankan pekerjaan tersebut. Ketika ia berintegrasi didalam masyarakat, ia lebih banyak menggangur. Jika sudah demikian kondisinya, maka besar kemungkinan OS akan mencari pekerjaan yang ilegal seperti dahulu lagi untuk mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhannya.
  2. Faktor Penyalahgunaan Narkoba;
    Ketika masih sekolah, OS sudah merokok, meminum minuman keras dan mengkonsumsi shabu. Akibat kelakuan negatif itu ia pernah bermasalah karena berkelahi dengan anak seorang guru, ia juga sering melawan dengan orang tua karena pengaruh alkohol, bahkan faktor penyelahgunaan narkoba ini membuat ia pernah over dosis. Pada tingkat yang sudah kecanduan, akan memungkinkan seseorang berbuat di luar nalar termasuk mencuri sekedar untuk membeli rokok, miras atau narkoba.
  3. Keuangan/Ekonomi;
    Salah satu penyebab ia mengulangi tindak pidana hingga 3 kali adalah keadaan ekonomi orang tua yang dibawah garis kemiskinan. OS tidak ingin memberatkan kedua orang tua nya, itulah mengapa ia sering tidak pulang dan mencari makan sendiri diluar rumah. Anak-anak yang menghabiskan waktu diluar rumah, maka sangat mungkin terpengaruh untuk melakukan tindak pidana.
  4. Hubungan dengan keluarga dan Sosial;
    Hubungan sosial OS dengan orang tua dan keluarga tidak berjalan dengan baik, bapak kandungnya seorang supir angkutan antar kota antar propinsi, pekerjaan ini membuat ia pulang hanya seminggu sekali atau bahkan lebih dari itu. Sementara ibunya berjualan makanan keliling kampung dari subuh sudah mempersiapkan segala sesuatunya hingga pulang menjelang tengah hari. Kewajiban mencari nafkah ini membuat kurangnya pengawasan, pembinaan dan bimbingan orangtua terhadap “OS”. Oleh karena itu, hubungan sosial OS lebih banyak dihabiskan dengan teman-temannya diluar rumah yang lebih dewasa bukan dengan teman sepermainan (peergorup). Parahnya lagi, teman-teman tersebut pernah terlibat melakukan tindak pidana. Perkara perampokan ini juga ia lakukan bersama-sama dengan 4 orang temannya yang sudah dewasa. Kita bisa bayangkan, anak-anak yang bermain dengan orang yang lebih dewasa dan sering melakukan tindak kriminal akan dengan mudah terpengaruh untuk ikut melakukan tindak pidana.
  5. Sikap Pro Kriminal/Anti Sosial;
    Ketika penulis melakukan sesi wawancara di Kepolisian Sektor Kertapati, “OS” tidak menunjukkan penyesalannya, bahkan ia percaya bahwa kejahatan adalah metode yang sah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pernyataan ini penulis simpulkan melalui analisa setelah mendapat data saat ditanya alasan melakukan tindak pidana dengan jawaban “aku lapar duit katek, cakmano aku nak makan pak amen dak maling, dari pada mati lemak aku maling bae” (saya lapar pak, bagaimana saya bisa makan jika tidak mencuri, dari pada mati lebih baik saya mencuri). Ia tidak berempati kepada korban-korbanya dan ia juga menunjukan sikap yang pesimistis terhadap sistem peradilan pidana. Sikap pro kriminal seperti ini membuat orang merasa tidak bersalah ketika melakukan tindak pidana, ini salah satu faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana.
  6. Faktor lainnya
    OS memang masih memiliki orang tua, orang tua OS juga mempunyai tempat tinggal sendiri, namun “OS” tidak pulang kerumah saat ia menjalani integrasi melalui progam PB karena hubungan dengan orang tua yang tidak harmonis. Ini artinya “OS” akan menjadi tuna wisma, orang yang luntang lantung dijalanan akan mencari makan dengan segala cara, termasuk kembali melakukan tindak pidana yaitu mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Faktor lainnya adalah pola asuh yang “permisif”, dalam pola asuh seperti ini orang tua membiarkan (cuek/apatis) terhadap tumbuh dan kembang anaknya. Pola asuh seperti membuat anak tumbuh dan kembang sendiri tanpa bimbingan orang tua. contoh pola asuh permisif adalah Uninvolved Parenting (pola asuh acuh tak acuh), indikasinya orang tua tidak mengawasi, mendidik dan membina anak dan tidak memberi contoh yang baik. Orang tua tidak mengatur waktu kegiatan mental Anak, tidak memberi perintah untuk beribadah dan belajar agama, tidak mengarahkan dan merencanakan cita-cita dan masa depan Anak, tidak melakukan pengaturan terhadap pergaulan (Anak dibolehkan bermain di malam hari, tanpa ada batas waktu jam bermain di luar rumah bahkan sering tidak pulang kerumah).
    Faktor-faktor Criminogenic yang diuraikan diatas merupakan salah satu faktor terjadinya pengulangan tindak pidana bukan satu-satunya faktor penyebab. Masih banyak faktor penyebab lainnya yang membuat Anak melakukan tindak pidana bahkan mengulangi tindak pidana seperti yang dilakukan oleh “OS”. Keluarga adalah benteng utama dan terutama dalam menghindarkan Anak dari perbuatan tercela, oleh karena itu mari kita bentengi diri dan keluarga agar Anak bertumbuh dan berkembang dengan baik sehingga dapat menjadi pemimpin yang baik di masa akan datang.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *