Carut Marut Tak Kunjung Usai (Bangka Belitung Harus Berbenah)

Oleh : Erwin Djali.

Selat Bangka adalah salah satu jalur lintasan yang paling ramai di lalui kapal-kapal yang berlayar dari Jakarta, Sumatra, Semarang, Surabaya atau daerah pulau jawa lainnya, dan Singapore, Eropa, Tiongkok serta Jepang.

Ribuan kapal dari sejumlah negara menjadikan perairan Bangka Belitung sebagai jalur pelayaran saat mengantar aneka komoditas/barang ke berbagai pelabuhan.

Bangka Belitung salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan Timah, Lada, Karet, Sawit, Hutan, dan punya perairan yang dijadikan jalur pelayaran Internasional serta memiliki pantai-pantai yang Indah sekali dalam kata lain pantai yang masih perawan yang belum begitu banyak dijamah oleh manusia.

Namun itu semua, saat ini belum mampu mencegah Provinsi Babel masuk dalam kategori kelima besar inflansi tertinggi di Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini. Buktinya sepanjang tahun 2016, Inflansi di Babel tidak pernah kurang dari 6 persen. Padahal, rata-rata Inflansi selama satu dekade terakhir terkendali dibawah 5 persen.

Inflansi tinggi membuat banyak orang luar yang berkunjung ke pulau ini tercengak dan terkaget-kaget saat pertama kali ke Babel, terutama para wisatawan lokal dan nasional.
kalimat “MAHAL” menjadi kesan pertama yang ditangkap para wisatawan lokal dan nasional, belum lagi ditambah harga tiket pesawat yang mahal dan sulit mendapatkan rute penerbangannya. Beberapa kesan-kesan inilah yang membuat banyak orang enggan lagi untuk datang kembali ke Bangka Belitung.

Terbesit dalam pikiran penulis, kenapa harga-harga barang dan jasa di Bangka Belitung bisa mahal? Karena, kombinasi antara impor dan logistik yg kurang baik.

Hampir seluruh kebutuhan pokok untuk Bangka Belitung di pasok dari luar, karena hasil bumi untuk pangan dari Babel sendiri kurang mencukupi dan belum adanya industri yang bisa memenuhi kebutuhan pangan.

Jalur pasokkan pun saat ini hanya mengandalkan/ melewati laut. Sayangnya lagi Bangka Belitung berada di jalur pelayaran Internasional,namun belum punya pelabuhan untuk kapal samudra. Maka penting bagi pemerintah merencanakan hal tersebut.

Pariwisata digadang-gadang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Babel, Pariwisata menjadi salah satu alternatif untuk itu.

Kekayaan wisata Bangka Belitung menjadi berkah bagi masyarakat yg tinggal di Provinsi Babel ini, Terutama masyarakat Belitung yang punya pantai-pantai yang indah-indah, berharap sektor pariwisata semakin berkembang dan maju pesat. Apalagi Bandara di Belitung sudah menjadi Bandara Internasional degan harapan semakin banyak turis mancanegara berkunjung ke pulau Belitung ataupun Pulau Bangka.

Pembangunan pariwisata tidak bisa dilepaskan dari empat aspek utama penompang industri ini yaitu :
1. Aspek lingkungan pendukung Bisnis
2. Tata Kelola
3. Potensi Wisata
4. Infrastruktur
Keempat aspek inilah yang disusun sebagai basis konsep pengukuran Indeks pariwisata di Indonesia.

Pariwisata diharapkan bisa menjadi penyedia lapangan kerja skala besar di Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung, agar kedepannya sektor pariwisata menjadi andalan pemasukkan pendapatan pemerintah daerah dan negara.

Namun, Orang Bangka-Belitung masih gagap soal pariwisata, tidak sedikit orang Bangka-Belitung, terutama orang Belitung menjual Lahan yang mereka miliki yang dekat daerah wisata kepada investor-investor bermodal besar baik perseorangan maupun PT- Perusahaan.

Ditambah lagi dengan persoalan yang paling krusial yang dihadapi pariwisata di Belitung saat ini yaitu kapal isap, kalau kapal isap ada di laut Kabupaten Belitung dan kabupaten Belitung Timur pastinya akan membuat laut jadi rusak, terumbu karang pun rusak dan air laut jadi keruh.

Penambangan dan kapal isap berdampak buruk pada lingkungan. Apa yang akan dijual ke pada para wisatawan jikalau laut dan lingkungan sekitar wisata rusak. Selain itu, Saat ini pun Bangka-Belitung masih kekurangan tenaga sertifikasi di Industri pariwisata.

Selanjutnya banyak lagi persoalan-persoalan  kecuali persoalan diatas. Provinsi Kepulauan Babel belum mengoptimalkan hal yang sudah ratusan dimiliki yaitu ‘LADA’ – ” PIPER NIGRUM ” berbagai persoalan yang dihadapi para petani seperti, pupuk palsu, penyakit lada, hama, pembibitan dan saat ini yang terjadi lagi-lagi persoalan murahnya harga Jual Lada di Pasaran. Untuk itu, berbagai persoalan dan kelemahan diberbagai sektor ini harus dicari penyelesainnya.

Bahan Bacaan :

1.Buku Destinasi Pariwisata ( berbasis masyarakat ) karya Dewa Putu Oka Prasiasa.

2. Buku Sejarah Pariwisata, karya Bungaran. A. Simanjuntak, Flores, Tanjung, R.Nasution.

3. Artikel di koran kompas, kolom Nusantara tertanggal 1 Februari 2017.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *