Bangka Jadi Kabupaten Percontohan Penanganan Stunting di Indonesia

Kabupaten Bangka sejak tahun 2014 dinilai terus konsisten dalam upaya untuk menurunkan angka valensi stunting sehingga angka stunting di Kabupaten Bangka berdasarkan data Riskesdas Kemenkes dapat terus menurun setiap tahunnya, dari 32,27% di tahun 2013 menjadi 18,2% di tahun 2018

Bangka, Swakarya.com. PJ Sekretaris Daerah (Sekda) Bangka, Akhmad Muksin membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pemetaan Program, Kegiatan, dan Sumber Anggaran dalam Mendukung Konvergensi Percepatan Pencegahan Anak Kerdil atau Stunting, di Novilla Boutique Resort Sungailiat, Selasa (30/7).

Dalam kegiatan itu, PJ. Sekda Bangka, Akhmad Muksin mengatakan, Kabupaten Bangka merupakan salah satu dari 60 kabupaten proritas nasional tahap ke dua tahun 2019, dan merupakan perluasan lokasi yang telah menjadi fokus intervensi stunting terintegrasi tahun 2018, serta di tahun 2019 dalam upaya percepatan penurunan, pencegahan stunting.

“Tentunya dari hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi kualitas stunting Kabupaten Bangka tercatat sebesar 32,2 %,” katanya.

Dikatakan dia, dari hasil Rikesdas tahun 2018, prevalensi kualitas stunting Bangka untuk balita berumur dua tahun yang stunting, pada posisi 18,2 %.

Sedangkan untuk balita stunting pada posisi 23,9 % berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan.

Berdasarkan pencatatan elektronik, pencatatan gizi berbasis masyarakat per tanggal 13 Febuari 2019, terdapat penurunan prevalensi stunting di Kabupaten Bangka, yakni berada pada posisi 8,9 %. Dimana ada sembilan desa berstatus stunting kronis, yakni di Desa Jurung dengan persentase (29,4%), Desa Menduk berada pada posisi (24%), Cengkong Abang ( 25,3 % ), Kace (39,1 %), Kemuja (29%), Kace Timur (25%), Penagan (20,5 %), Kota Kapur (24,6%), dan Desa Rukam (20%).

Sedangkan berdasarkan hasil Riskerdas tahun 2018, dan berdasarkan pencatatan elektronik, pencatatan gizi berbasis masyarakat pertanggal 13 Febuari 2019, ditetapakan desa stunting di Kabupaten Bangka sebanyak 14 desa.

Prioritas nasional sebanyak sepuluh desa, yakni Desa Neknang, Maras Senang, Riding Panjang, Saing, Mendu, Cekong Abang, Air Duren, Penagan, Kota Kapur, dan Desa Rukam.

Hasil pencatatan elektronik, pencatatan pelaporan gizi berbasis masyarakat, tercatat sebanyak empat desa, yaitu Desa Jurung, Kace, Kace Timur, dan Kemuja.

Ditambahkanya, bahwa Kabupaten Bangka sebagai salah satu dari 60 kabupaten proritas nasional tahap ke dua tahun 2019, Kabupaten Bangka telah mengikuti Rakernis mendorong konvergensi, integrasi program percepatan pencegahan anak kerdil atau stunting di wilayah prioritas yang diselenggarakan Sekretariat Wakil Presiden, Kementrian Sekertaris Negara pada tanggal 1-4 Juli 2019 lalu.

“Untuk itu kepada seluruh peserta Rakernis, dapat mengikuti kegiatan ini dan memberikan masukan-masukan berupa pemikiran, dalam rangka kita melakukan dan penanganan stunting di Kabupaten Bangka ini.

Tentunya Pemkab Bangka mengapresiasi dan mengucapakan terima kasih kepada Tim Sekertariat Wakil Presiden beserta tim pelaksana Rakernis, dengan harapan para peserta dapat mengikuti dengan semangat dengan dedikasi tinggi kegiatan ini, dalam rangka mengatasi stunting di Kabupaten Bangka,” jelasnya.

Sementara itu, Kabid Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Pelindungan Anak, Sekretariat Wapres RI, Koko Hariono mengatakan, saat ini di tengah pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, bangsa Indonesia masih mempunyai persoalan dalam masalah gizi.

Menurutnya, Indonesia masuk menjadi salah satu negara yang mempunyai beban ganda masalah gizi ditambah persoalan kekurangan gizi yang ditandai dengan tingginya angka stunting wasting dan underweight.

“Tapi di sisi lain kita juga mulai menghadapi persoalan kelebihan gizi yang ditandai dengan naiknya angka kegemukan atau obesitas pada kelompok anak balita maupun penduduk usia dewasa,” katanya. 

Terdapat Hampir Satu dari Tiga Anak Balita Indonesia Mengalami Kekurangan Gizi

Terkait anak kerdil atau stanting, berdasarkan dasar riset kesehatan tahun 2018, persentase anak balita stunting sebesar 30,8%, dimana hampir satu dari tiga anak balita Indonesia mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama, dari mulai masa kandungan hingga usianya mencapai 2 tahun atau dikenal sebagai 1000 hari pertama kehidupan.

”Persoalan-persoalan tersebut harus kita atasi segera, karena disamping mempunyai dampak yang sangat besar bagi kualitas manusia Indonesia yang akan datang, stunting akan mempengaruhi kecerdasan kesehatan dan produktivitas.

Jika tidak segera diatasi, bonus demografi yang akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan bisa berubah menjadi beban demografi. Dari sisi ekonomi Indonesia juga mengalami kerugian antara 2% sampai 3% dari total PDB setiap tahunnya,” katanya.

Dikatakanya, Pemerintah sebetulnya sudah sejak lama melaksanakan beberapa program yang terkait dengan pencegahan stunting tetapi hasilnya belum dapat dilihat secara optimal.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena lemahnya kualitas pelaksanaan dan lemahnya koordinasi antar program. 

Padahal, untuk melakukan pencegahan diperlukan program yang mengintegrasikan berbagai kegiatan yang terkait dengan percepatan pencegahan stunting, baik di kegiatan-kegiatan yang berada di bawah koordinasi sektor kesehatan maupun yang bukan sektor kesehatan.

“Pemerintah saat ini sedang melakukan upaya percepatan pencegahan stunting dengan melakukan konvergensi antar program, dan kegiatan yang selama ini sedang berjalan pemerintah juga mendorong peningkatan kualitas pelaksanaan program sehingga program dan kegiatan yang ada lebih sensitif terhadap isu gizi dan fokus pada kelompok sasaran prioritas, yaitu rumah tangga yang mempunyai ibu hamil dan anak usia di bawah 2 tahun,” katanya. 

Pemerintah pun tambahnya, telah menyusun strategi nasional percepatan pencegahan stunting yang disusun berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang ada pengamanan dalam pelaksanaan program sebelumnya.

”Kami dari tim percepatan pencegahan anak kerdil atau stunting, Sekretariat Wakil Presiden sangat mengapresiasi komitmen dari pemerintah Kabupaten Bangka, yang sejak tahun 2014 secara konsisten berupaya untuk dapat menurunkan angka valensi stunting,

sehingga setiap tahun angka stunting di Kabupaten Bangka berdasarkan data riskesdas Kementerian Kesehatan dapat terus menurun dari 32,27% di tahun 2013, menjadi 18,2% di tahun 2018.

Semoga dengan optimisme dan konsistensi seluruh stakeholder terkait target 0% stanting dapat tercapai di Kabupaten Bangka,” katanya.

“Berdasarkan hasil rapat kerja teknis yang telah diselenggarakan tanggal 1 sampai dengan 4 Juli 2019 di Hotel Sahid Jakarta, kami dan tim dari sekretariat wakil presiden telah melakukan identifikasi dari seluruh peserta kabupaten kota yang hadir dan menetapkan bahwa Kabupaten Bangka merupakan salah satu kabupaten yang terbaik yang dapat dijadikan contoh bagi Kabupaten lainnya di Indonesia,” pungkasnya. (Lio)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait